Wednesday, June 11, 2014

Family Business


Banyak perusahaan besar yang awal pendiriannya dimiliki atas dasar hubungan kekeluargaan. Bisnis keluarga di Indonesia cukup berkembang dan saat ini terus mengalami perkembangan yang pesat. Bisnis keluarga adalah sebuah perusahaan yang anggota keluarganya secara langsung terlibat di dalam kepemilikan dan jabatan atau fungsi (Longenecker, 2001). Bisnis dilakukan secara bersama-sama di dalam keluarga. Keluarga dan bisnis adalah dua hal yang berbeda, namun dalam perusahaan keluarga mereka menjadi satu. Partisipasi dari keluarga dapat menguatkan bisnis. Hal ini disebabkan anggota keluarga bersikap setia dan berdedikasi pada perusahaan keluarga. Bisnis dan keluarga bukanlah hal yang tidak bisa disatukan. Usaha-usaha tersebut biasanya dimulai dari hobi kemudian berkembang menjadi perusahaan keluarga. Bahkan tidak sedikit perusahaan keluarga yang tumbuh berkembang dan menjadi perusahaan besar di Indonesia. Namun banyak juga bisnis keluarga yang tidak berkembang. Motivasi orang untuk membuka bisnis bersama keluarga bermacam-macam, ada yang menginginkan bisnis keluarga sebagai sumber penghasilan utama, sementara yang lain hanya untuk sampingan, penyaluran minat dan hobi saja, atau meneruskan usaha keluarganya.

Dalam membangun bisnis bersama keluarga, terlebih dahulu harus jelas mendefinisikan bentuk usaha keluarga tersebut. Bisnis keluarga ada 2, yaitu :
1. FOB ( Family Own Business ) yang berarti bisnis dimiliki oleh keluarga, dan bisa dikelola oleh orang lain. Keluarga hanya bertindak sebagai shareholder saja, tetapi tidak ikut dalam mengelola perusahaan seperti contohnya Ciputra.
2. FBE ( Family Business Enterprise ) yang berarti keluarga bertindak sebagai shareholder, kepemilikan serta pengelolaan usahanya dikelola oleh keluarga itu sendiri.

Apapun bentuk atau golongan bisnis keluarga yang dipilih, keluarga harus mampu mengatasi sejumlah masalah yang sering timbul, antara lain soal kepemimpinan, konflik, suksesi, transparansi, kompetisi dan budaya perusahaan. Maju atau mundurnya perusahaan keluarga sangat ditentukan oleh keterbukaan dan kekompakan seluruh elemen yang terkait. Keterbukaan itu menyangkut bidang financial, sumber daya manusia, kompleksitas permasalahan, keinginan untuk maju dan segala macam permasalahan yang dihadapi serta tantangan maupun ancaman yang terjadi. Sekitar 90% perusahaan besar di dunia masih saling berhubungan saudara, di Indonesia sekitar 70% kekuatan ekonominya dikendalikan oleh perusahaan keluarga.
Martinez et.al (2007) menyatakan bahwa perusahaan keluarga memiliki kinerja dengan hasil yang lebih baik, karena perusahaan keluarga dikelola sebagian besar oleh anggota keluarga yang memegang posisi kunci dalam organisasi. Ciri khas bisnis ini jika dibandingkan dengan bisnis lainnya terletak pada kepemimpinan dan kontrol yang akan diwariskan pada generasi berikutnya. Ciri lainnya dapat dilihat pada struktur organisasi yang pada umumnya ditempati oleh anggota keluarga itu sendiri. Kepemilikan keluarga ini lebih efisien, karena keluarga yang langsung mengawasi perusahaan dan membuatnya jadi lebih berharga. Kepemilikan keluarga juga lebih efisien, sehingga perusahaan yang kepemilikan keluarganya tinggi, pengelolaan labanya dapat dibatasi.

Adapun kelebihan dari bisnis keluarga yaitu :
1. Tingginya tingkat kemandirian tindakan (independence of action).
2. Kultur keluarga menunjukkan adanya stabilitas, identifikasi, motivasi, dan komitmen yang kuat, serta kontinuitas dalam kepemimpinan.
3. Adanya kemauan untuk menginvestasikan kembali profit sesuai kesepakatan bersama untuk mengembangkan perusahaan.
4. Kemungkinan memperoleh sukses lebih besar.
5. Anggota keluarga sudah dari awal memperoleh latihan dari keluarga tentang pengelolaan perusahaan.
6. Birokrasi yang kecil dan fleksibel dengan mengedepankan good corporate governance dan sistem akuntabilitas, serta jelasnya sistem tanggung jawab.

Selain keuntungan, terdapat juga kelemahan dari bisnis keluarga, yaitu
1. Perusahaan keluarga merupakan organisasi yang membingungkan.
2. Adanya sindrom anak manja (spoiled child syndrome) di perusahaan atau toleransi terhadap keluarga yang tidak kompeten.
3. Akses yang terbatas di pasar modal.
4. Adanya ketidakseimbangan antara kontribusi dan kompensasi.

0 comments:

Post a Comment